Dalam beberapa waktu terakhir, banyak perbincangan mengenai redenominasi yang sedang menjadi sorotan. Perdebatan ini bermula sejak Kementerian Keuangan Republik Indonesia mengusulkan rancangan undang-undang redenominasi dalam program Legislasi Nasional tahun 2020-2024.
Sebenarnya, ini bukan kali pertama rencana redenominasi dibahas. Pada tahun 2011, Gubernur Bank Indonesia saat itu, Darmin Nasution, pernah merencanakan redenominasi. Selanjutnya, Gubernur BI Agus Martowardojo juga mengajukan RUU redenominasi. KhairPedia
Redenominasi Mata Uang
Redenominasi, secara singkat, adalah proses penyederhanaan nominal mata uang dengan mengurangi digit angka nol dalam mata uang yang bersangkutan. Penting untuk diketahui bahwa redenominasi tidak mengurangi daya beli uang yang dimiliki, berbeda dengan sanering yang benar-benar mengurangi daya beli uang.
Sebagai contoh, jika Indonesia melakukan redenominasi tiga digit angka nol, maka uang Rp10.000 akan berubah menjadi Rp10. Namun, setelah redenominasi, uang Rp10 tetap memiliki daya beli yang sama dengan uang Rp10.000. Perubahan hanya terjadi pada digit angka nol yang dihapus. Sehingga, uang Rp100.000 akan menjadi Rp100, uang Rp1.000.000 menjadi Rp1.000, dan uang 1 miliar rupiah menjadi 1 juta rupiah. Prinsipnya adalah pengurangan tiga digit angka nol. Tentu saja, ini hanya contoh untuk memudahkan pemahaman.
Sebenarnya, kita sebagai masyarakat sering melakukan redenominasi dalam skala kecil dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, lihatlah menu kopi di Starbucks. Harga minuman dalam menu mereka ditulis tanpa tiga angka nol. Banyak restoran juga tidak menuliskan tiga angka nol pada menu mereka. Dalam banyak kesempatan, kita juga sering mengganti tiga angka nol dengan huruf "k", seperti 25k, 50k, 100k, dan lain-lain. Ini dilakukan untuk kenyamanan, meskipun tidak diatur secara resmi.
Negara Yang Telah Sukses Dengan Program Redenominasi
Apakah ada negara lain yang pernah melakukan redenominasi? Atau apakah hanya Indonesia yang berencana melakukannya? Redenominasi telah dilakukan di banyak negara. Mulai dari Turki dan Rumania pada tahun 2005, Rusia pada tahun 1998, hingga Brasil yang melakukan redenominasi sebanyak enam kali antara tahun 1960 hingga 1990. Bahkan, Indonesia sendiri pernah melakukan redenominasi pada tahun 1965. Jadi, ini bukan kali pertama Indonesia meredenominasi mata uangnya karena sudah pernah dilakukan sebelumnya. Ternyata, banyak negara yang telah melakukannya. KhairPedia
Apa tujuan dari redenominasi ini? Apa manfaatnya menghapus digit angka dalam mata uang? Tujuan dan manfaat redenominasi bervariasi tergantung pada negara yang melakukannya. Sebagai contoh, redenominasi di Rusia pada tahun 1998 salah satunya bertujuan untuk meyakinkan publik bahwa krisis ekonomi di Rusia telah berakhir. Menariknya, menurut Mosley (2005), dari 60 negara yang melakukan redenominasi antara tahun 1966 hingga 2003, 38 di antaranya dilakukan untuk menyederhanakan mata uang setelah mengalami hiperinflasi. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar negara yang melakukan redenominasi mengalami inflasi yang tinggi, bahkan mencapai ratusan hingga ribuan persen.
Mungkin kamu bertanya-tanya, mengapa Indonesia perlu melakukan redenominasi jika tidak mengalami hiperinflasi seperti Venezuela atau Zimbabwe? Dari yang saya lihat, ada dua tujuan dan manfaat utama dari redenominasi ini. Mari kita bahas satu per satu.
Tujuan dan Manfaat Redenominasi
Tujuan pertama adalah untuk meningkatkan kredibilitas dan kesetaraan mata uang. Penting diketahui bahwa secara nominal, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar sangat berbeda. $1 setara dengan Rp14.000, sementara di negara tetangga kita, misalnya, $1 setara dengan 31,3 Baht Thailand dan 4,27 Ringgit Malaysia. Perbedaannya cukup signifikan. Melalui redenominasi, mata uang Rupiah dapat sejajar dengan mata uang negara lain. Hal ini positif jika dilihat dari sudut pandang psikologi pasar dan perdagangan.
Sebagai contoh, kita dapat melihat Turki. Sebelum redenominasi, $1 setara dengan 1,8 juta Lira. Setelah redenominasi, $1 menjadi setara dengan 1,8 Lira. Hal ini membuat mata uang Lira dapat disejajarkan dengan mata uang lainnya dan meningkatkan kredibilitas serta daya saing Lira dalam perdagangan internasional.
Di sisi lain, pecahan uang Rp100.000 adalah pecahan terbesar kedua di ASEAN setelah pecahan 500.000 Dong Vietnam. Namun, daya beli pecahan Rp100.000 sangat rendah di Indonesia, mungkin hanya cukup untuk beberapa kali makan. Namun, jika kita membandingkannya dengan Dolar Singapura, 100 ribu Dolar Singapura sudah cukup untuk biaya makan selama setahun penuh.
Tujuan kedua adalah untuk efisiensi dalam pencatatan keuangan baik dalam akuntansi maupun kegiatan sehari-hari. Redenominasi berdampak pada penyederhanaan pencatatan keuangan dan perhitungan sehari-hari. Ketika kita mempertimbangkan, tiga angka terakhir dalam nominal rupiah jarang digunakan, hanya memanjangkan penulisan. Dengan menghapus tiga angka nol dalam nominal rupiah, pencatatan keuangan menjadi lebih sederhana dan dapat mengurangi kesalahan dalam pencatatan.
Namun, di balik tujuan dan dampak positifnya, pelaksanaan redenominasi ini memiliki konsekuensi tersendiri. Jika konsekuensi ini tidak ditangani dengan baik, dapat berdampak negatif pada kondisi perekonomian Indonesia. Apa saja konsekuensinya?
Dampak Negatif Redenominasi
Konsekuensi pertama adalah peningkatan inflasi akibat pembulatan harga berlebihan. Mungkin pernah mendengar tentang "money illusion"? Hal ini terjadi ketika kita hanya melihat angka pada uang, tanpa memperhatikan daya beli uang itu sendiri. Saat ini, mungkin kita menganggap membayar makanan sebesar Rp25.000 adalah hal biasa, dan kita sudah terbiasa dengan uang puluhan ribu untuk biaya makan.
Namun, ketika terjadi redenominasi, uang Rp25.000 berubah menjadi Rp25. Di sinilah ilusinya. Kita melihat nominal Rp25 terlihat sangat kecil dan tidak berharga, padahal secara daya beli, Rp25 setara dengan Rp25.000. Karena itu, mungkin kita tidak memperhatikan atau meremehkan jika harga makanan yang kita beli naik menjadi Rp30 atau dibulatkan menjadi Rp30 karena tidak ada kembalian. "Ah, hanya Rp5". Padahal, kenaikan Rp5 setara dengan kenaikan harga sebesar 20%.
Atau mungkin kita sudah terbiasa dengan ucapan "boleh donasi Rp100, mbak?" Sekarang, mungkin Rp100 terlihat sangat kecil dan persepsi kita terhadap Rp100 mungkin tidak langsung hilang begitu saja. Padahal, setelah redenominasi, Rp100 setara dengan Rp100.000. Jika ilusi ini terjadi dalam skala besar, tentu saja akan meningkatkan angka inflasi. KhairPedia
Konsekuensi kedua adalah pengeluaran biaya yang besar oleh pemerintah, mulai dari sosialisasi hingga implementasi. Indonesia memiliki wilayah yang luas, dengan penduduk yang tersebar di berbagai pulau, termasuk daerah pedesaan dan pegunungan. Ada yang sudah terfasilitasi dengan gadget dan internet, namun ada juga daerah yang belum terjangkau oleh jaringan internet. Bahkan, listrik saja belum tersedia di beberapa daerah. Latar belakang pendidikan juga beragam, ada yang telah menempuh pendidikan tinggi, namun di sisi lain, masih ada yang buta huruf.
Strategi Pemerintah RI Untuk Menerapkan Redenominasi
Tugas pemerintah adalah mengawal proses redenominasi dan melakukan sosialisasi kepada 267 juta penduduk Indonesia yang tersebar di berbagai pulau dengan berbagai latar belakang dan kondisi. Perlu diingat, pemberlakuan redenominasi membutuhkan partisipasi semua masyarakat sebagai pelaku ekonomi. Proses sosialisasi ini bukanlah hal yang mudah, karena membutuhkan waktu, tenaga, dan juga biaya yang tidak sedikit.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu mengeluarkan banyak dana untuk implementasi redenominasi. Misalnya, mencetak uang baru, melakukan sosialisasi, serta menyesuaikan perjanjian hukum yang mencantumkan nominal uang, dan lain-lain. Selain itu, redenominasi juga akan mengubah semua pencatatan uang digital dan aset digital seperti bank, saham, dan instrumen keuangan lainnya. Jadi, perlu ada perubahan yang diperlukan. Jadi, pemerintah perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk implementasi redenominasi. Dan jangan lupa, redenominasi ini juga akan mengubah semua pencatatan uang digital dan aset digital, termasuk bank, saham, dan instrumen keuangan lainnya.
Melihat konsekuensi yang ada, jelas bahwa redenominasi tidak bisa dilakukan sembarangan. Dibutuhkan persiapan yang matang dan rencana yang baik sebelum memutuskan untuk melaksanakan redenominasi. Kondisi ekonomi negara juga harus mendukung agar redenominasi dapat berjalan dengan lancar. Kondisi yang mendukung dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang stabil, stabilitas nilai tukar Rupiah, serta defisit anggaran yang berada dalam batas yang wajar. KhairPedia
Kata Kunci Dalam Artikel
Redenominasi mata uang, Kementerian keuangan, Rancangan undang-undang, Digit angka nol, Daya beli uang, Inflasi, Efisiensi pencatatan, mata uang terendah di dunia, redenominasi rupiah, uang tertinggi di dunia, jenis inflasi ekonomi.
Kata kunci terkait artikel ini : kurs jual bi, kurs jual,jual beli mata uang asing,kurs beli dan kurs jual,kurs jual dan kurs beli,uang rupiah,rupiah digital, jual beli mata uang asing online,collaboration tools kemenkeu.