Ikatancendikia | Contoh Literature Review Jurnal | Apa yang dimaksud dengan literature review atau tinjauan pustaka? Menurut buku Metodologi Riset Bidang Sistem Informasi dan Komputer, Literature Review Jurnal atai jurnal tinjauan pustaka merupakan suatu proses membaca, menganalisis, mengevaluasi, dan merangkum literatur ilmiah tentang suatu topik tertentu.
Ini bukan hanya daftar kronologis dari semua sumber yang ada, melainkan suatu penilaian. Melalui penarikan kesimpulan atau penemuan benang merah dari penelitian sebelumnya, Literature Review Jurnal atau jurnal tinjauan pustaka menjelaskan bagaimana keterkaitannya dengan penelitian yang sedang diusulkan.
Contoh Literature Review Jurnal
1. Tujuan Literature Review Jurnal
Tujuan melakukan membuat jurnal tinjauan pustaka adalah sebagai berikut:
- 1. Menemukan informasi yang telah ada dalam ranah penelitian Anda.
- 2. Mengenali kontribusi orang lain yang telah bergerak di bidang penelitian yang sama.
- 3. Mengidentifikasi karya-karya yang relevan dengan penelitian Anda.
- 4. Mengenali ide-ide pokok, teori, kesimpulan, serta menetapkan persamaan dan perbedaan di antara mereka.
- 5. Memberikan konteks bagi penelitian Anda.
- 6. Menunjukkan hubungan antara studi Anda dengan teori-teori sebelumnya.
- 7. Mengidentifikasi kesenjangan dalam literatur yang ada.
- 8. Mengenali metodologi utama dan teknik penelitian yang telah digunakan.
2. Cara Membuat Literature Review Jurnal
Tahapan dalam melakukan tinjauan pustaka melibatkan beberapa langkah atau cara yang perlu diikuti, sebagai berikut:
- 1. Menentukan topik.
- 2. Melakukan pencarian literatur.
- 3. Mengembangkan argumen.
- 4. Melakukan survei literatur.
- 5. Mengkritisi literatur.
- 6. Menyusun hasil tinjauan.
3. Contoh Literature Review Jurnal
Berikut adalah beberapa contoh tinjauan pustaka yang benar dan singkat, diambil dari berbagai sumber.
Contoh Ke-1
Dalam artikelnya yang berjudul "Factors Predicting the Effectiveness of Celebrity Endorsement Advertisement" pada tahun 2003, Silvera dan Austad menguraikan pandangan konsumen mengenai kesesuaian endorser dengan produk yang mereka dukung dan merancang model yang menghubungkan karakteristik endorser dengan prediksi sikap konsumen terhadap produk yang didukung.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang memengaruhi keefektifan celebrity endorsement, termasuk atribut seperti kredibilitas, daya tarik, dan kekuatan dalam konteks periklanan. Tujuan mereka juga mencakup pengembangan model yang dapat memprediksi efektivitas celebrity endorsement.
Adanya hubungan positif antara selebriti dan produk dalam iklan dapat memengaruhi minat konsumen terhadap produk dengan efektif. Dengan menciptakan asosiasi antara endorser dan produk, perusahaan pemasaran dapat menghasilkan dampak positif terhadap citra produk yang diiklankan. Keberkarismaan selebriti memiliki potensi untuk memengaruhi konsumen karena posisi mereka sebagai panutan.
Penelitian mereka menunjukkan bahwa sikap konsumen terhadap suatu produk dapat diprediksi melalui pandangan konsumen terhadap karakteristik endorser dan sejauh mana endorser menyukai produk tersebut.
Implikasi dari penelitian ini menyarankan agar pengiklan tidak hanya mempertimbangkan kesesuaian endorser dengan produk, tetapi juga memilih endorser yang memiliki keahlian untuk memberikan penjelasan yang mendalam mengenai produk yang mereka dukung.
Kajian yang dilakukan oleh Silvera dan Austad ini relevan dengan penelitian saya karena membahas atribut-endorser yang berkontribusi pada efektivitas iklan.
Contoh ke-2
Penulis jurnal
Diah Handayani, Nirwan Arief, Boedi Swidarmoko, Pudjo Astowo, dan Muhammad Sopiyudin Dahlan Judul Jurnal Sistem Penilaian (Skor) Acute Physiology And Chronic Health Evaluation Apache II Sebagai Cara Prediksi Mortalitas Pada Pasien Rawat Di Instalasi Perawatan Intensif.
Halaman Jurnal
Terdapat di halaman jurnal 36 - 45.
Landasan Teori
Teori yang diusung menyatakan bahwa mayoritas pasien adalah laki-laki (67,7%), sejalan dengan penelitian skor APACHE III pada pasien di RS Persahabatan. Jumlah kasus pascabedah pada penelitian ini cukup signifikan, mengakibatkan rerata usia yang lebih rendah dibandingkan dengan penelitian lain yang memisahkan ruang IPI nonbedah dan bedah.
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan (p=0,000) dalam tingkat mortalitas antara kasus pascabedah toraks (7,2%) dan nonbedah (50%). Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Wiweka dkk. yang menunjukkan risiko kematian empat kali lebih tinggi pada pasien nonbedah dibandingkan kasus pascabedah toraks.
Skor APACHE II dan rerata usia juga menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok kasus, menunjukkan bahwa derajat penyakit pada pasien nonbedah lebih berat dengan rerata usia yang lebih tua.
Tingkat mortalitas pada pasien pneumonia di IPI tampak tinggi, namun penelitian ini menunjukkan tingkat kematian yang lebih tinggi, mungkin disebabkan oleh pasien pneumonia yang datang dalam keadaan cenderung sepsis dan memiliki rerata skor APACHE II sebesar 26,05, menandakan tingkat keparahan penyakit yang tinggi dengan gagal multiorgan (multiple organ failure).
Beberapa faktor yang berhubungan dengan mortalitas termasuk usia, jenis kuman, komorbiditas, gagal multiorgan yang berpotensi menyebabkan sepsis, penggunaan ventilasi mekanis, tingkat keparahan penyakit (APS, SAPS II, APACHE II), dan terapi yang tidak memadai.
Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ventilasi mekanis noninvasif memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan ventilasi mekanis invasif pada pasien PPOK, yang sering kali tidak mendapatkan bantuan ventilasi mekanis invasif karena keterbatasan fasilitas di IPI RS Persahabatan.
Metode
Metode Pengumpulan data retrospektif dilakukan dengan meninjau catatan rekam medis pasien yang dirawat di IPI RS Persahabatan dari Juli 2003 hingga Juni 2006. Sementara itu, data prospektif dikumpulkan secara consecutive sampling mulai dari Agustus hingga November 2006.
Subjek
Populasi pasien yang menjadi fokus penelitian adalah mereka yang dirawat di IPI RS Persahabatan dengan diagnosis penyakit paru, gangguan respirasi, serta penyakit rongga toraks, termasuk kasus pascabedah toraks.
Bahan dan Metode Data
Bahan dan Metode Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup catatan rekam medis yang mencatat hasil pemeriksaan fisik oleh dokter, serta data consecutive sampling yang terdapat dalam rekam medis RS Persahabatan, sebagaimana dijelaskan oleh Diah Handayani pada tahun 2006.
Prosedur Analisis
Analisis data dilakukan secara bertahap, melibatkan analisis deskriptif, analisis bivariat, penentuan tingkat diskriminasi sistem skor APACHE II, penetapan titik potong (cut off point), evaluasi sensitivitas dan spesifisitas, serta penentuan tingkat kalibrasi skor APACHE II, sebagaimana diuraikan oleh Diah Handayani pada tahun 2006.
Hasil Penelitian Dalam hasil penelitian, analisis menunjukkan bahwa rerata skor APACHE II tertinggi terdapat pada pasien pneumonia, mencapai 26,05, diikuti oleh suspek flu burung dan asma akut dengan rerata skor APACHE II sebesar 24. Sementara itu, pasien dengan diagnosis tuberkulosis (TB) dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) eksaserbasi memiliki rerata skor APACHE II sebesar 21.
Pada kelompok kasus pascabedah, rerata skor APACHE II tertinggi ditemukan pada tindakan segmentektomi dengan nilai 9,5, diikuti oleh debulking dan sternotomi. Berdasarkan outcome atau hasil akhir, data menunjukkan bahwa dari total pasien yang keluar dari rumah sakit, sebanyak 64 pasien (27,2%) meninggal, sementara 171 pasien (72,8%) berhasil bertahan hidup.
Jika dilihat berdasarkan diagnosis masuk ke IPI, keseluruhan data menunjukkan bahwa rerata skor APACHE II pada kasus pascabedah toraks cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kasus nonbedah, sebagaimana dijelaskan oleh Diah Handayani pada tahun 2006.